Awas Hadist Palsu Tentang Arti Ijab Qabul
Kisah/cerita/kutipan tentang tanggung jawab suami setelah ijab qabul pernah marak di tahun 2012. Banyak tersebar broadcast melalui dunia maya, entah siapa yang mengawali. Meskipun kutipan tersebut sangat bagus dan menyentuh, namun, ada satu hal yang fatal, yakni tentang adanya sebuah Hadist Palsu.
Dalam kisah tersebut dikutip sebuah hadist yang katanya diriwayatkan pada Imam Muslim:
''maka aku tanggung dosa-dosanya si fulanah dari ayah dan ibunya,
dosa apa saja yg telah dia lakukan, dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan sholat.
Semua yg berhubungan dgn si dia, aku tanggung dan bukan lagi tanggungan orang tuanya,
serta akan aku tanggung semua dosa calon anak-anakku dari pernikahanku dengan dia''.
Jika aku GAGAL?
''maka aku adalah suami yang fasik, ingkar dan aku rela masuk neraka, aku rela malaikat menyiksaku hingga hancur tubuhku''. (HR. Muslim)
Setelah ditelusuri, hadist riwayat tersebut ternyata PALSU. Tidak ada kutipan maupun riwayat hadist dari Imam Muslim yang menyatakan seperti itu.
Bahwa kutipan itu bukan dari hadis, sangat besar kemungkinannya. Salah satu indikasinya adalah bahwa isinya tidak sejalan dengan tuntunan al-Qur’an. Al-Qur’an menginformasian kepada kita bahwa seseorang tidak menanggung beban dosa dari kesalahan yang dilakukan orang lain (lihat, misalnya, QS an-Najm [53]: 38, al-An‘âm [6]: 164, al-Isrâ’ [17]: 15).
Di sisi lain, bahwa seorang suami berdosa apabila istrinya melakukan maksiat, itu memang ya. Tetapi dosa itu bukan karena kemaksiatan yang dilakukan oleh istrinya, tetapi lebih karena suami tidak membimbing dan mengarahkannya ke arah yang benar. Jika seorang suami sudah menasihati, sudah mengajarkan dasar-dasar agama, sudah pula melarang agar tidak berbuat maksiat, lalu sang istri tetap melakukan maksiat di luar pengetahuan suami, tentu dalam hal ini suami tidak berdosa. Dosa sepenuhnya menjadi beban istri.
Di sisi lain lagi, Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah dirimu dari siksaan api neraka, walaupun dengan sebab sebutir kurma, kalau tidak dapat dengan kata-kata yang baik.” (Muttafaq ‘alaih). Apa maksudnya? Walau “hanya” dengan memakan sebutir kurma yang tidak halal (hasil curian, dsb.), dan itu dapat mengakibatkan kita disiksa di neraka, itu harus kita hindari. Atau, walau berbuat kebaikan hanya dengan memberi sebutir kurma kepada orang lain, dan hal itu dapat menyelamatkan kita dari neraka, itu harus kita lakukan. Bukan malah “menantang”: aku rela masuk neraka, aku rela malaikat menyiksa tubuhku hingga hancur, dan seterusnya itu. Astaghfirullah.
Wallahu a’lam.
Sedangkan tentang hukum menyebarkan hadist palsu, sudah jelas ada dalil Al Quran dan hadist dari Rasullullah SAW
Lihat firman اللّه Ta’ala:
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُواْ عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسْوَدَّةٌ
“Dan pada hari Kiamat kamu akan melihat orang² yg berbuat dusta atas nama اللّه, wajah² mereka menjadi hitam” [QS 39:60].
Dari Abu Hurairah رضي اللّه عنه berkata: “Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Barang siapa yg berdusta atas namaku dg sengaja, maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di Neraka” [HR Bukhari #107; Muslim #3].
Al-Mughirah رضي اللّه عنه berkata: “Saya mendengar Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dg berdusta atas nama orang lain. Karena barang siapa yg berdusta atas namaku dgn sengaja, maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari Neraka” [HR Bukhari #1209; Muslim #4].
Mari kita berhati². Jangan sampai tangan kita menjerumuskan diri kita maupun orang lain ke dalam kesalahan.
sumber : alifmagz
NB: tulisan ini juga saya publish di kaskus dengan judul yang sama